Jika Tuhan Berkata Lain
Di sepanjang jalan Asis terus memandangi ponselnya terlihat dia tidak menikmati perjalanan, nampak ada yang mengganggu benaknya. Mungkin karena Jesica tidak bersama kami sekarang, Jesica adalah calon istri Asis, mereka berdua sepasang kekasih yang tidak bisa terpisahkan.
“Kok suasanannya jadi sepi gini, rencananya kan tidak seperti ini” Ucapku berusaha membuka percakapan. “Iya nih Lin, orang yang mengajak kita liburan malah tidak mempedulikan kita” Ucap Tea, yang tampaknya merasa bosan dengan suasana saat ini.
“Dit kita mampir di tepi pantai itu yah, pemandangan di sana sangat indah” Ucapku sembari menunjukkan tempat yang kumaksud. “Keren, luar biasa, menakjubkan” Ucap Tea sembari menikmati pemandangan yang begitu indah. “Brow ayolah hari ini adalah hari terakhir kamu dengan status sendiri, sebentar lagi kamu akan bersama dengan Jesica setelah kamu melamarnya” Ucap Adit. Terdengar Asis menghela nafas yang terdengar berat, “Kamu kenapa sis?” Ucapku sembari mendekat ke arahnya.
“Aku merasa bimbang dengan pilihanku, aku sangat ingin bersama dengan Jesica tapi di sisi lain aku belum bisa hidup berkeluarga sebagai sepasang suami istri” Ucapnya dengan wajah menyedihkan. “Loh kok gitu, dulu kamu yang sangat bersemangat untuk meminang Jesica tapi kenapa sekarang malah kamu yang jadi plin plan gitu” Ucapku tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh sahabatku ini. “Bukannya aku tidak punya pendirian Lin, tapi aku merasa belum pantas untuk menjadi suaminya” Ucapnya, Adit dan Tea kini merapatkan dirinya, kami berempatpun duduk bersama sembari memikirkan apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan Asis kalau dia pantas untuk menjadi suami Jesica. “Sudahlah brow, semuanya akan baik-baik saja, Tuhan pasti akan menjaga keluarga kalian kelak” Kata Adit dengan tatapan yang meyakinkan. “Mungkin perasaanku ini adalah perasaan yang sering terjadi kepada pasangan yang ingin menikah” Ucapnya.
“Ngomong-ngomong Jesica sibuk kenapa? sampai-sampai tidak ikut bersama kita?” Tanya Tea penuh penasaran, di antara kami berempat Tea memang terkenal paling kepo dan ingin tahu semuanya tapi dengan adanya dia kami bisa menceritakan semua hal yang mengganggu benak kami dan membuat kami merasa sedikit lega.
“Jesica ada kerjaan keluar kota, mungkin dia kembalinya besok pagi” Ucap Asis. “Sis, sebaiknya kita mendekorasi restoran yang akan menjadi tempat kamu melamar Jesica” Ucapku sembari menatap Asis, Adit dan Tea secara bergantian. “Iya sis, liburan kita sudah cukup sekarang saatnya kita merancang semua yang terbaik untuk sahabat kami” Tambah Adit sembari bangkit dari duduknya diikuti Tea dan kami semua pun masuk ke dalam mobil.
Tiba di restoran terlihat masih ada beberapa karyawan yang berada di dalam restoran, jika kami meminta bantuan mereka mungkin mendekorasi tempat ini tidak akan memakan waktu yang begitu lama.
Adit pun melangkah menuju ke dalam restoran dan berbicara dengan salah satu karyawan untuk meminta bantuan mereka mendekorasi tempat ini dan bersyukur mereka mau membantu kami. Aku dan Tea segera menuju ke toko bunga untuk membeli beberapa bunga mawar yang beraneka warna.
Adit pun melangkah menuju ke dalam restoran dan berbicara dengan salah satu karyawan untuk meminta bantuan mereka mendekorasi tempat ini dan bersyukur mereka mau membantu kami. Aku dan Tea segera menuju ke toko bunga untuk membeli beberapa bunga mawar yang beraneka warna.
“Lin, bunga yang ini indah banget” Ucap Tea sembari memperlihatkan rangkaian bunga anggrek berwarna ungu. “Iya bunganya juga indah, tapi kita hanya butuh bunga mawar kalau kita membeli itu juga pasti Asis akan marah karena dia maunya pesta pelamaran yang sederhana” Ucapku, segera Tea meletakkan bunga tersebut setelah mendengarkan ucapanku.
“Lin, Jesica sangat beruntung ya bisa mendapat calon suami seperti Asis, seseorang yang begitu bijaksana, baik, dewasa, pekerja keras, taat beribadah dan sangat menyayangi keluarganya” Ucap Tea menampakkan kekagumannya. “Jesica juga seseorang yang begitu baik, mandiri, dia pekerja keras dan menurutku dia cukup baik buat Asis” Ucapku.
Setelah mendapat beberapa bunga dan lilin aku dan Tea segera melangkah menuju restoran. “Dit, ini disimpan di mana?” Tanya Tea dengan beberapa lilin dalam genggamannya. “Di atas meja itu dulu” Ucap Adit yang nampak begitu sibuk mendekorasi ruangan.
“Restoran ini kini sudah menjadi begitu indah, dekorasinya sederhana tapi tetap terlihat mewah, Jesica pasti akan sangat senang mendapatkan kejutan yang begitu indah ini” Tuturku dalam hati.
Setelah mendekorasi kami berempat kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan penasaran apa yang akan terjadi esok harinya. Bagaimana ekspresi Jesica ketika dia melihat semua yang telah dilakukan Asis untuknya.
Setelah mendekorasi kami berempat kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan penasaran apa yang akan terjadi esok harinya. Bagaimana ekspresi Jesica ketika dia melihat semua yang telah dilakukan Asis untuknya.
Tepat pukul 20.30 malam kami berempat dan beberapa teman kantor Jesica dan Asis sudah berada di restoran, kami hanya menanti ke datangan Jesica. Di tengah penantian kami Asis mendapat sebuah pesan singkat, setelah melihat pesan tersebut pergelangan kaki Asis nampak begitu lemah sehingga membuatnya tak mampu untuk berdiri. “Kamu kenapa?” Tanyaku bersamaan dengan Adit dan Tea, “pesan dari siapa?” Tanya Tea.
“Jesica kecelakaan di jalan ketika menuju ke tempat ini” Ucapnya dengan air mata yang kini berjatuhan dari kedua bola matanya. Mendengar ucapan Asis kami diam seribu bahasa, semua orang yang berada di tempat tersebut begitu terkejut dengan apa yang terjadi dengan Jesica. Asis berlari keluar dari restoran, melihatnya bertingkah aneh aku dan sahabatku mengikutinya dan berusaha menenangkan Asis. “Aku harus ke rumah sakit, setidaknya aku bisa memasangkan cincin ini di jari manisnya” Ucap Asis, kami begitu sedih melihat keadaan sahabat kami sekarang nampak seperti orang bodoh.
Tiba di rumah sakit kami hanya menemukan tubuh Jesica yang berlumuran darah, kaku dan sangat pucat. Segera Asis memasangkan cincin di jari manis Jesica suasana saat ini sangat mengharukan para perawatpun ikut merasakan kesedihan kami. “Jes, mungkin Tuhan lebih mencintaimu kuharap di kehidupan kedua kita bisa bertemu dan aku akan memasangakan cincin yang sama di jemarimu.” Ucap Asis sembari mencium kening kekasihnya itu. Melihatnya seperti itu air mata kami tak dapat terbendung lagi, kami segera memeluk tubuh Asis yang mulai terasa dingin. “Sabar, ikhlaskan semuanya mungkin, Tuhan punya rencana lain”. Asis tidak menghiraukan ucapan Adit, dia membersihkan darah di wajah Jesica dengan jazz yang dia kenakan untuk melamar wanita tersebut.
“Kamu akan tetap menjadi wanita terindahku Jesica Ariani Ahmad” ucapnya sembari menggenggam erat jemari kekasihnya kemudian menciumnya. “Kamu yang bernama Asis?” Tanya seorang wanita, Asis pun menganggukkan kepalanya “Apakah kamu yang mengirimkan pesan itu?” Tanya Asis kemudian. “Iya, Saya adalah rekan kerja Jesica, saya dan Jesica berada dalam mobil yang sama ketika dia ingin menuju restoran tapi di tengah perjalanan Jesica menabrak sebuah truk pasir dan tubuhnya terlempar keluar dari mobil, dan ini kado yang diberikan Jesica untukmu” Ucapnya sembari memberikan sebuah kotak yang mungkin tadinya terbungkus dengan indah tapi kini kotak itu berlumuran darah.
Asis membuka kotak yang berisikan jam tangan dan sebuah surat, asis membaca surat itu dan membuatnya kembali menangis. Di dalam surat itu tertulis: Sayang aku mencintaimu sungguh, aku mungkin takkan bersamamu tapi percayalah aku selalu mencintaimu aku Jesica akan selamanya mencintai Asis. Pesan singkat yang ditulis oleh Jesica menjadi pertanda bahwa Jesica sudah tahu kalau akan terjadi hal semacam ini.
Cerpen Karangan: Citra Eka Yuniarsih
Facebook: Citra Eka Yuniarsih
Facebook: Citra Eka Yuniarsih
Sumber: Cerpenmu.com