Cerpen Romantis: Tersanjung


Tersanjung


Sambil terus menahan senyum dan sesekali mengusap air mata bahagia yang belum juga mau berhenti mengalir sedari tadi. Tanganku juga terus saja sibuk membolak balik selembar kertas yang masih aku genggam dengan erat.

Sungguh kau adalah memang pria terbaik yang Tuhan kirimkan untukku. Yang setiap subuh membangunkanku dengan satu kecupan dan menungguku untuk berjamah. Yang selalu mau membantu pekerjaan rumah dan membantu segala keperluanku dan anak-anak sebelum akhirnya kami bersama-sama berangkat ke kantor kami masing-masing. Yang selalu bisa menemani anak-anak untuk belajar ataupun sekedar bermain. Padahal segudang pekerjaan kantormu menumpuk. Seabreg urusan di organsasimu menanti. Belum lagi dengan tanaman-tanaman kesayanganmu. Dengan binatang-binatang kesayanganmu. Dan juga Tugas-tugas kuliah S2 yang sedang kamu tempuh tiga semester ini. Dan, setiap sore kau juga harus mengajar ngaji. Tapi kau selalu bisa membagi waktumu dengan begitu baik.

Terkadang Aku melihatmu begitu letih. Tapi kau pasti akan bilang “Inilah nikmatnya hidup sayang… Bila terlalu banyak diam maka hanya akan membuat lelah dan jenuh.”

Ini hari Ulang tahunku yang ke. 35. Tepat di usia pernikahan kami yang ke 10 tahun. Dan kau sungguh berbeda. Kau semakin manis. Kau semakin seperti pria yang aku impikan selama ini. Terlebih hari ini, yang seakan begitu istimewa. Karena kau hari ini, kau juga telah membuat anak-anak lebih menggemaskan dari biasanya.

Aku dan suamiku Bayu, dulu adalah teman satu Pesantren dan satu Kampus. Kami hanya teman yang hanya saling tahu saja. Yang tentu saja jarang bertemu, jarang menyapa. Apalagi saling berkomunikasi dengan akrab. Mas Bayu juga bukan pria yang menonjol secara fisik maupun secara akademis. Dan memang beberapa hal yang membuat kami tidak bisa dekat. Di Kampus kami berbeda jurusan. Dia mengambil Biologi, sementara aku di Ekonomi. Di Pesantren, kami memang satu naungan. Tapi berbeda kelas Diniyahnya. Kami hanya bertemu sesekali ketika ada kajian tertentu yang diselenggarakan oleh Pesantren. Belum lagi aturan pesantren yang melarang untuk berkomunikasi dengan lawan jenis, jika tidak ada kebutuhan mendesak tentang seputar tugas kuliah atau kebutuhan-kebutuhan tentang seputar kepesantrenan yang mengharuskan bertemu.

Tidak seperti biasanya. Selepas salat subuh tadi, Ayah sibuk membangunkan anak-anak. Dan entah berbisik apa sehingga mereka teriak dan berjingkrak-jingkrak. Mendengar teriakan anak yang begitu riang. Aku yang sedang memasak di dapur jadi merasa penasaran. Lalu dengan mengendap-endap, aku kemudian mendekati kamar anak-anak. Setelah begitu dekat.
“Hemm.. ternyata ayah sedang mengingatkan kalo hari ini ibunya sedang berulang tahun. Tumben.. hehehe” Batinku bergumam bahagia.

Mendengar kata Ulang tahun, si kecil sepertinya sudah mulai terlatih dengan momen-momen ulang tahun yang pernah ia lalui sebelumnya. Maka, dalam hitungan detik ia dengan segera menyingkapkan selimut yang masih membalut tubuhnya, kemudian berlari mencari keberadaanku. Melihat si kecil berlari. Aku pun kembali lagi ke dapur. Pura-pura tidak tahu apapun yang sedang terjadi di antara mereka.
Begitu menemukanku, si kecil langsung mendekap tubuhku dari belakang.

“Ibu.. Ibu.. Ibu Ulang Tahun yaa.. Selamat Ulang Tahun ya Ibu..?” Tanyanya dan ucapnya polos sambil membalikkan badanku dan menarik kepalaku lalu mendaratkan ciuman manjanya di kedua pipiku.
“Bu.. Tiup lilinnya mana?”. Berondongnya lagi.

“Lho.. yang kasih tahu ibu Ulang Tahun siapa..?. Kan harusnya dede yang kasih ibu kue Ulang tahun..” Jawabku meledeknya.

“Yaa.. Ibu.. Entar beli kue Ultahnya ya.. Kan dede pingin tiup lilin..” Dia mulai merajuk kecewa.

“Hehehe.. Dede ini kok lucu. Ssst.. yang kasih tahu ayah kan..? Ya ayah yang suruh beli kuehnya ya dede sayang..” Jawabku sambil berbisik dan berusaha menghiburnya agar tidak kecewa, juga ingin membuktikan, sebenarnya seberapa jauh ayah akan memberikan perhatian berlebih dihari Ulang Tahunku ini. Karena pada tahun-tahun sebelumnya, di setiap hari ulang tahunku. Memang tidak pernah ada sepotong kue pun yang ayah berikan padaku. Sebenarnya aku memaklumi sekali. Karena ayah bukanlah tipikal laki-laki yang romantis. Latar belakang keluarganya pun sangat sederhana dan sangat islami. 

Baginya dan keluarganya, budaya tiup lilin dihari Ulang Tahun, itu bukanlah budaya yang baik untuk diikuti.

“Yaa.. Ibu.. Ayah mana mau beli kue..” Upss!.. Ternyata dia sudah memahami kalo hal itu tidak akan mungkin terwujud.

Aku akhirnya hanya tersenyum sembari menjawab besok lagi kalau dia yang ulang tahun. Maka ibu akan membelikan kue ulang tahun untuknya. Dengan senyum khas kecewanya dia. Dia pun akhirnya hanya menganggukkan kepala.

Berbeda lagi dengan kakaknya. Melihat adiknya sudah memberikan selamat. Sedari tadi, dari kejauhan dia hanya memperhatikan kelucuan adiknya. Menyadari aku juga sekarang beralih memperhatikannya. Si kakak tersenyum sambil melenggak lenggokkan kepalanya. Aku tahu, dia ingin melakukan hal yang sama seperti adiknya tapi malu. karena memang karakternya berbeda dengan adiknya. Akhirnya aku yang mengalah mendekatinya. Aku pun yang mengalah memeluknya. Dan aku pun yang berdoa untuk diriku sendiri, lalu sambil tertawa si kakak pun mengamini doa yang aku panjatkan.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.45. Di rumah, tinggal aku dan suamiku yang masih yang masih duduk di meja makan. Tiba-tiba dia memegang tanganku, dan berkata “Selamat Ulang Tahun ya sayaang. 

Semoga Alloh selalu menyanyangimu dan meridloimu. Maaf, ayah tidak bisa kasih kado apa-apa. gak papa yaa..”. Tangannya berpindah mengacak-ngacak rambutku yang belum berhijab.

“Iya ayah. Amiin… Ayah, tidak usah memikirkan kado. kado yang paling indah dalam hidupku, itu kan kamu Yah. Aku sungguh sangat beruntung. Karena Allah sudah mengirimkan dirimu untukku.” jawabku sambil tersenyum.

“Amiin… mudah mudahan ayah selalu bisa membuatmu bahagia”. Lanjutnya
“Ayah berangkat ke kantor dulu ya…” Dia beranjak dan pamit.

Rumah sudah sepi. Si kecil sudah diambil oleh pengasuh. Kakaknya juga sudah berangkat Sekolah. Tinggal aku yang masih persiapan berangkat ke kantor juga. Sambil modar mandir kesana kemari. Mataku terhenti sejenak ketika melewati meja kerja ayah. Ada sebuah bingkisan yang sangat cantik disana, dan sebuah catatan di atasnya. Juga kunci motor yang sedari tadi kupikir hilang kemana. Hemm.. ternyata ini untukku. Selama menikah denganku, suamiku tidak pernah memberikan sebuah kejutan. Dia selalu bertanya dulu ketika akan memberikan sesuatu padaku.

Kubuka bingkisannya dengan hati-hati. Ada gamis yang sangat cantik di sana. Tapi, bukan bingkisannya yang membuat aku akhirnya duduk. Padahal waktu sudah menunjukkan aku harus sudah berangkat. Tapi catatan di atas bingkisan tersebut yang membuat aku seperti terhipnotis dan kemudian aku tenggelam di dalamnya.

Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Istriku Sayaang…

Hari ini genap sudah 33 tahun usiamu.
Selamat ulang Tahun… ini kuucapkan untukmu… Ditengah lelapmu, biarlah kau tetap dalam mimpimu.. Karena malam-malammu selalu terjaga untuk buah hati kita. Biar kuucapkan saja kata-kata ini di bawah bintang-bintang yang kelak akan disampaikan oleh embun pagi…

Istriku Sayaang…
Usiamu kini telah bertambah, begitupula pengalaman hidupmu dan juga amal ibadahmu yang telah diperbuat merupakan keharusan untuk kita meningkatkan agar lebih baik kedepannya…

Istriku Sayaang…
Pengalaman hidup bersama, kita jadikan modal supaya bisa lebih baik lagi dan lebih banyak bersyukur. anggap saja setiap masalah adalah sebuah tangga yang selalu datang untuk menguji kita, namun itu semua adalah sebuah tantangan yang mengharuskan, bahwa kita sanggup untuk untuk mengatasinya..

Istriku Sayaang…
Ukirlah harimu dengan penuh warna amal kebaikan. Sambutlah waktumu dengan penuh optimisme. Sandarkan semua sebagai nilai ibadah
Lakukanlah semua dengan penuh ikhlas

Istriku Sayaang…
Ayah akan selalu bersamamu, mengiringi setiap langkahmu untuk meraih masa depan yang lebih cerah dan mewujudkan kesempurnaan dalam hidup.

Istriku Sayaang…
Yang cantik.. Yang solehah.. Yang Penyabar juga rendah hati… mari kita wujudkan mimpi kita untuk selalu menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah…

Istriku Sayaang…
Mungkin tidak pernah ada kado yang istimewa, yang selalu bisa mewakili semua persaanku kepadamu. Terimalah tanda kasih ini dengan penuh cinta
Dari: Suamimu Tercinta
“Sungguh aku begitu tersanjung Ayah..” Bisikku pelan.
Mungkin itulah kata yang lebih mengena atas rangkaian kalimat-kalimat yang cantik ini.


Cerpen Karangan: Laeli Rofiqoh
Facebook: laeli.rofiqoh@yahoo.com




Sumber: Cerpenmu.com

Related Posts: